Tolak Penyeragaman Kemasan Rokok, Pedagang Pasar Tekankan Edukasi Menyeluruh

Tolak Penyeragaman Kemasan Rokok, Pedagang Pasar Tekankan Edukasi Menyeluruh

JAKARTA – Rancangan Peraturan Menteri Aspek Kesehatan (Permenkes) tentang penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek semakin mengancam hasil penjualan penjual bursa . Hal ini diperparah dengan aturan zonasi pelanggan rokok pada radius 200 meter dari satuan institusi belajar dan juga tempat bermain anak yang telah lama diatur pada Peraturan pemerintahan (PP) Nomor 28 Tahun 2024.

Kedua aturan ini dinilai dapat mematikan bisnis penjual pangsa yang digunakan selama ini mengandalkan perdagangan rokok sebagai salah satu sumber penghasilan utama. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Mujiburrohman menyatakan, bahwa rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dinilai tak akan menurunkan jumlah keseluruhan perokok di area Indonesia.

Untuk menekan total perokok, edukasi yang digunakan menyeluruh adalah kunci. Ia memandang, perlu ada edukasi untuk para perokok dalam bawah umur, khususnya yang dimaksud masih bergantung pada uang orang tua.

“Kesadaran akan risiko kebugaran dapat membantu menurunkan minat merokok dalam kalangan pemuda,” jelasnya.

Para pedagang bursa juga siap menyokong komitmen pemerintah pada menurunkan prevalensi perokok anak di tempat bawah umur dengan memasang stiker 21+ di dalam tempat berjualan juga mengedukasi konsumen. “Kami sangat siap mengupayakan pemerintah pada hal ini. Jika peniaga lingkungan ekonomi dilibatkan, kami sangat senang,” kata Mujiburrohman.

Senada, Ketua Umum Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) Suhendro juga menyatakan bahwa penyeragaman kemasan rokok tanpa merek akan menyulitkan konsumen juga pedagang. Pasalnya, konsumen umumnya sudah ada miliki merek rokok tertentu yang mana biasa dia beli.

Tanpa identitas merek, peniaga akan kesulitan memilah juga menyediakan rokok yang mana diminta pembeli. “Ini pasti berdampak pada penurunan omzet,” imbuhnya.

Selain itu, Suhendro menegaskan, bahwa aturan zonasi pelanggan rokok pada radius 200 meter dari lokasi tertentu, seperti sekolah serta tempat bermain anak, sudah ada memberatkan pedagang. Karena, sambungnya, rokok adalah barang fast moving yang digunakan menjadi daya tarik orang datang ke pasar.

Jika aturan ini diterapkan, dampaknya akan besar bahkan Suhendro mengatakan peniaga bisa saja meradang lalu melakukan demo. Ia pun menyalahkan pemerintah yang mana dinilai terlalu meniru kebijakan luar negeri tanpa mempertimbangkan kondisi sosial lalu kegiatan ekonomi pada Indonesia.